Langsung ke konten utama

Creative Secrets Of The River Thames


“Jangan ikut campur urusan ku!” ucap sinis seorang wanita berkulit coklat dan berambut ikal gelap menatapku tajam seakan sedang melepaskan busur-busur kebencian. Aura permusuhan dari wanita ikal bernama Mona tersebut begitu tajam, dingin dan menyesakkan dada.
Plak’ suara keras dari gelas yang ia letakkan ke meja dengan kasar lalu ia pergi ke luar rumah membawa tas selempang hitam miliknya.

***
Rambut pirang ku bergerak bebas diterpa angin, mengikuti langkah kaki ku yang cepat.
“Papa dan Mama selalu memaksakan kehendaknya,” gerutu ku pelan dengan perasaan kesal.


Indahnya The Scard menujulang tinggi menyentuh langit
The Scard
Langkah kaki ku terhenti di depan gedung pencakar langit kebanggaan Britania Raya. The Shard. Gedung setinggi 1016 kaki atau 310 meter ini menjulang tinggi menunjukkan keindahannya berupa dinding dan langit-langitnya yang sebagain besar dari kaca. Selain itu di sekitarnya beberapa hackney (taksi berwarna hitam/ black cap) dan double decker bus berwarna merah turut meramaikan keanggunan jalanan Kota London.

***
Seorang pria berkulit putih, berambut pirang, bertubuh tegap dan tinggi 175cm berjalan dengan tatapan kosong tanpa tujuan menyusuri jalan kecil tepi Sungai Thames di sisi South Bank dimana London Eye berada. Ia pun duduk istirahat di sebuah kursi di bawah pepohonan yang hijau dan rindang. Ia pejamkan kedua matanya sembari menikmati semilir angin, aroma dedaunan yang terkena sinar matahari di musim panas serta suara ranting pohon yang bergoyang.

Saat itu pula, seorang wanita berkerudung biru muda dengan kaos lengan panjang putih dan rok maksi biru bermotif bunga-bunga kecil duduk di kursi berbeda namun berseblahan dengan pria berambut pirang. Ransel kecil ia letakkan di sampingnya dan kamera mirrorless ia biarkan tergantung di lehernya.  
“Huaaaaaah!” mereka berdua menghela nafas kuat secara bersamaan. Sontak pria berambut pirang dan wanita berkerudung saling berpandangan, lalu terdiam dan tak lama saling tersenyum.
“Bolehkah saya duduk disini?” pinta pria berambut pirang menghampiri.
Terbersit keraguan dan ketakutan dari wajah wanita berkerudung mendapati seorang pria asing dengan kaos merah dan celana chino serta rambut pirangnya yang sedikit panjang sedang berada di depannya.
Namun wanita berkerudung segera menghapus prasangka buruknya, “Oh, tentu saja silahkan,” jawabnya mempersilahkan dengan ramah.
“Sepertinya kita berdua sama-sama memiliki masalah,” ucap pria berambut pirang membuka pembicaraan.
“Hem, sepertinya begitu,” ucap wanita berkerudung lirih menatap Sungai Thames.
“Bukankah pemandangan disini begitu indah. Tidak salah rasanya kalau jalan ini dinamakan Queen’s Walk,” ucap wanita berkerudung membuka topik pembicaraan.
 “Sepanjang jalan ini menyuguhkan pemandangan indah berupa London Eye, Big Ben, Tower Bridge ditambah tiang lampu yang cantik dan pepohonan yang rindang. Perpaduan arsitektur gaya moderen dan gothik terlihat serasi. Membuat semua orang yang datang kemari akan terkagum-kagum dan langsung ingin mengabadikannya,” jelas wanita berkerudung biru tersebut bersemangat.


“Aku setuju dengan mu,” ucap pria berambut pirang tersenyum ikut menatap Sungai Thames. Lalu tersadar, “Oh, perkenalkan nama ku Alan. Apakah kamu berkerja di London?” ucapnya kembali dengan menangkupkan kedua tangan di depan dadanya.
Melihat sikap pria bernama Alan, wanita berkerudung sadar bahwa ia tidak perlu menjelaskan identitas agamanya. Sebuah senyuman mengembang di pipi cubby wanita tersebut, “Nama ku Oka. Saya berkerja sebagai journalist disini,” ucapnya ramah dan menangkupakan kedua tangan di depan dadanya juga.
“Kalau begitu kamu tentu sudah dengar sejarah dari Sungai Thames? Siapa yang menyangka sungai keren ini ternyata pernah memiliki masalah besar,” ucap Alan teringat sejarah London yang menyedihkan.
“Ya. Sungai ini dulunya penuh dengan gumpalan kotoran manusia yang busuk dan menjijikkan. Bukan hanya ikan-ikan dan burung yang mati, sekitar 600 orang pun meninggal pada tahun 1878 disebabkan kapal yang membawa mereka terbalik di sungai ini. Mereka meninggal bukan karena tenggelam melainkan menghirup racun yang terkandung di air sungai ini. Saat itu julukan The Great Stink’ disematkan ke Sungai Thames,” ucap Oka bergidik, memeluk tubuhnya sendiri membayangkan kejadian tahun 1858 tersebut. Alan hanya tersenyum geli memperhatikan tingkah wanita dihadapannya.
Dari tempat duduk mereka berdua, terlihat lalu lalang pelbagai pasangan yang saling bergandengan tangan, anak-anak tertawa riang membawa fish and chips di tangan bersama orang tuanya.
“Bukankah disini terlihat romantis?” tanya Alan mencoba membuka suara, memecahkan kecanggungan.
“Eh, iya. Kamu benar, Alan. Tidak heran banyak pasangan yang kemari,” jawab Oka sembari mengedarkan pandangannya ke sebrang Sungai Thames yang dari kejauhan dapat ia lihat puncak sebuah menara jam terbesar kedua dunia yang berdiri elegan dengan gaya arsitektur Gothik Victoria .
Big Ben,” ucap Alan membuyarkan lamunan Oka. Seolah dapat membaca pikirannya. 
“Menara jam empat sisi terbesar dengan lonceng disana sangat indah. Aku tidak pernah bosan memotretnya,” ucap Oka sembari menyodorkan kamera mirrorless, menunjukkan hasil bidikan lensa kameranya.

“Wah, ternyata kamu juga jago photography,” ucap Alan kagum menatap Oka dengan mata birunya yang indah sambil mengacungkan kedua jempolnya disambut gelak tawa Oka.
“Kamu terlalu berlebihan,” ucap Oka dan mulai memegang kamera, bersiap mengabadikan keindahan pemandangan Sungai Thames dan beberapa kapal pesiar dengan dek atas yang terbuka dan saloons rendah yang luas sedang menyusuri Sungai Thames.
“London dapat mengatasi masalahnya karena mereka kreatif. Menjadikan masalah bukan sebagai penghalang melainkan sebuah peluang. Contohnya Sungai Thames yang kotor dan menjijikan menjadi begitu bersih dan indah karena mereka berpikir dan bertindak kreatif,” ucap Oka panjang lebar sembari memperhatikan foto-foto hasil jepretannya.
Creativity is Great, right?” ucap Alan dengan percaya dirinya, “bukankah kita berdua sedang memiliki masalah? Setelah dipikir-pikir, ternyata masalah ku sangat kecil,” ucap Alan sembari tersenyum menyeringai dan merapikan rambut pirangnya yang berantakan.
“Benar yang kamu katakana Alan,” ucap Oka ikut tersenyum memikirkan kembali sikap teman serumahnya yang kurang bersahabat.
“Masalah ada untuk diselesaikan, bukan dirutuki. Dan saya pikir kita harus memecahkannya dengan cara kreatif,” ucap Alan menatap langit biru yang cerah.
“Kreatif?” ucap Oka pelan mengulang perkataan Alan sambil berpikir cara agar dapat menjalin pertemanan dengan teman satu rumahnya, Mona. Begitu pula dengan Alan, yang berusaha berpikir keras untuk menemukan solusi kreatif terkait masalahnya dengan kedua orangnya.
Tidak lama segores senyuman terukir di kedua wajah mereka. Alan dan Oka pun saling berpandagan dengan tatapan bahagia. “Aku menemukannya,” ucap Oka semangat dengan mata berbinar bagaikan mutiara hitam yang bersinar.
“Aku juga,” ucap Alan sama bahagianya.
“Kamu benar, creativity is great,” gumam Oka sembari tersenyum membayangkan rencana kreatifnya. 
^___^

Buku A Game Of Thrones 'Menyebalkan' (Perebutan Takhta)

Menurut ku buku fantasi karya George R.R Martin ini sungguh 'menyebalkan' karena setiap ku membaca bagian Jon Snow rasanya sangat menyesakkan. Penghinaan, kesepian dan penderitan yang dirasakan anak haram Lord Eddard Stark ini rasanya sungguh bertubi-tubi. Tapi sikap Jon Snow yang tegar, penyanyang dan memiliki tekad kuat adalah yang ku suka. Dan sungguh 'menyebalkannya' lagi saya dibuat penasaran dan menunggu akan kisah hidup Jon Snow selanjutnya.


*Tulisan ini saya ikut sertakan dalam lomba menulis cerita pendek fiksi (Creativity is Great Competition) yang diadakan oleh Fantasious dan British Embassy Jakarta

Sumber Ilustrasi Foto
Cover : Instagram @hkstyletips
Foto 1 : Instagram @acutim
Foto 2 : Instagram @_emi11_
Foto 3 : Instagram @erikaaftink
Foto 4 : Instagram @callhernana
Foto 5 : Instagram @yellowipek

Like Fb
Follow Twitter

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Satu Hari Explore Korea di Jakarta

Satu Hari Explore Korea di Jakarta -  Annyeong haseyo.  Welcome back to my blog. Untuk pendahuluan, saya ingin menjelaskan bahwa saya termasuk pencinta Korea. Tapi lebih ke tourism dan budaya. Mengenal dan belajar langsung budaya Korea di negaranya menjadi salah satu impian terbesar. Merasakan pengalaman empat musim di Negeri Kimchi selalu terbayang-bayang di kepala. Sambil menunggu belajar ke negeri aslinya, saya bisa mengenal lebih dahulu budaya negeri K-Pop ini di negera tercinta. Indonesia. Ya, selagi bisa dijangkau dompet dan badan (baca: gak jauh dari tempat tinggal). Jadi, hari Sabtu lalu saya bersama dua orang sahabat saya (juga Korea Addict) berangkat dari kosan menuju Korea Cultural Center Indonesia (KCCI). Soalnya disana lagi ada event Hanbok New Experience dengan teknologi green-screen (chroma key). Itu loh yang bisa pilih background lewat komputer. Nah berita bagusnya, disana kami berksempatan untuk memakai pakaian tradisional khas Korea yaitu Hanbok sec

Budaya Korea: Serunya Belajar Kaligrafi

Special Class: Chuseok Budaya Korea: Serunya Belajar Kaligrafi Annyeonghaseyo …. *membungkukkan badan :) Sebelumnya saya pernah curhat  menceritakan impian pada postingan: Merayakan Usia Baru: Menciptakan Impian.  Tentu traveling ke Negeri Kimichi juga menjadi impian beberapa orang, bukan? Negeri yang memiliki keindahan alam dan keunikan budaya. Salah satu kebudayaan Korea yang terkenal adalah Kaligrafi . Nah, kebetulan 25 September lalu saya mengikuti special class (kelas kaligrafi Korea) dalam memperingati Chuseok di Korean Cultural Center . Dan ceritanya telah saya tuliskan di postingan ini.

Explore Keindahan Bawah Laut di Derawan

Explore Keindahan Bawah Laut di Derawan - Assalamu’alaikum. Hello semuanya. Cerita di blog post kali ini adalah kisah perjalanan Bee dalam rangka menemani para pemenang Lomba Blog Cheria Halal Holiday yaitu Khairul Leon, mas Ali dan Mba Septi. Selain itu ada juga mba Evrina. Sayangnya Mba Desi Namora dan Ahmad Niam berhalangan ikut.